Pendahuluan
Issue global yang
meliputi demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup telah berkembang ke arah
perang melawan teroris internasional bahkan beberapa negara maju telah
menerapkan konsep penyerangan awal terhadap terorisme yang berada di negara
tertentu. Meskipun banyak negara yang tidak menyetujuinya tetapi konsep
tersebut tetap disosialisasikan secara Internasional yang disponsori oleh
Amerika Serikat. Sikap Amerika Serikat yang selalu memihak kepada Israel, sehingga
masyarakat muslim dunia yang berpihak pada perjuangan Palestina menaruh sikap
antipati terhadap politik Amerika.
Secara ideologi masih
adanya kelompok untuk mengubah Pancasila dengan Ideologi lain yang berorientasi
kepada agama, faham liberal atau faham sosialis/komunis. Ada upaya kelompok
agama ingin memasukkan Syariat Islam secara konstitusional. Kelompok faham
sosialis/komunis melalui kelompok radikal berbasis sosial/komunis selalu
berupaya untuk mencabut Ketetapan MPRS No.XXV/MPRS/ 1966 sehingga ajaran
komunis dapat hidup kembali di wilayah Republik Indonesia.
Secara politik
permasalahan pelaksanaan Otonomi Daerah dan pemekaran wilayah di beberapa
daerah di Indonesia terkesan dipaksakan. Pemaksaan keinginan ini merupakan
salah satu wujud distorsi perpolitikan di Indonesia yang pada gilirannya
berkembang issue timbulnya ancaman disintegrasi bangsa. Proses demokrasi yang
tidak didukung oleh budaya partisipasi politik akan menimbulkan sikap arogansi,
ingin kebebasan yang tanpa batas dan bermuara pada disintegrasi. Kondisi
demikian merupakan suasana nyaman tumbuhnya aksi teror pemaksaaan kehendak.
Dengan adanya krisis
ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan rapuhnya sistem ekonomi bangsa
terhadap daya saing perdagangan global, semakin jauh ketertinggalan dari
kemampuan memiliki posisi tawar ekonomi di mata dunia. Berakibat pada
kemiskinan masyarakat yang tidak tertolong dan pada gilirannya masyarakat
memilih caranya sendiri yaitu jalan radikal kekerasan teror tanpa menghiraukan
jatuhnya korban yang tidak berdosa.
Dilihat dari konteks
sosial budaya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama informasi dan
komunikasi di satu sisi meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, di sisi
lain dapat mempengaruhi lunturnya semangat kebangsaan, rasa cinta tanah air,
kesadaran bela negara dan kesadaran mendahulukan kepentingan kepentingan
pribadi atau golongan daripada kepentingan umum. Masih adanya keinginan
sekelompok umat muslim untuk menegakkan syariat Islam sebagai landasan hidup
bangsa Indonesia melalui serangkaian kegiatan jalur formal maupun non formal
dan tidak jarang dilakukan secara ekstrim radikal sehingga dapat berpengaruh
terhadap keharmonisan hubungan antar umat beragama, yang rentan menimbulkan
perselisihan dan konflik antar agama.
Pertahanan Keamanan.
Masih terjadi berbagai konflik di beberapa daerah di wilayah Indonesia yang
masih berpotensi, seperti Poso, Papua dan beberapa daerah lainnya. Kasus-kasus
pembalakann liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya alam dari
praktek-praktek kegiatan ilegal ekonomi.
Pada akhirnya akan
bermuara pada tertanggunya stabilitas, berakibat ketidakpercayaan masyarakat
kepada aparat keamanan dan penegak hukum semakin kental. Peluang dan Kendala
Demokratisasi di Indonesia telah berjalan menuju pada perubahan ke arah tatanan
kehidupan yang diinginkan masyarakat. Dukungan internasonal terhadap keutuhan
NKRI secara politis, perlu disikapi secara arif dan koreksi kedalam. Daya
dukung sumber daya alam dan potensi pasar di Indonesia, adalah beberapa dari
peluang sebagai modal dasar. Disisi lain, kualitas SDM, keterpurukan ekonomi
yang berkepanjangan dan menurunnya kesadaran wawasan kebangsaan serta bela
negara merupakan kendala yang harus ditangani segera.
Namun semuanya itu
belumlah berakhir bila kita tidak pernah mempelajari bagaimana cara kelompok
teroris itu memperoleh uang dan bagaimana sejarah pencucian uang. Dilihat dari
konsep perbuatannya, sebenarnya pencucian uang sudah lama ada. Paling tidak hal
itu sebagaimana dilakukan oleh para
Bangsawan Perancis. Pada abad XVII membawa harta kekayaan ke Swiss, pihak
Perancis menyatakan mereka membawa dana
pelarian dan para
Bangsawan termasuk para
pedagang kemudian
menyembunyikannya di Swiss
dengan dibantu pihak
Swiss dan selanjutnya
dapat digunakan dengan aman. Demikian juga
harta yang dibawa
oleh Bangsa Yahudi dari Jerman ke Swiss pada masa Hitler.
Kemudian pada sekitar
Tahun 1930-an Al
Capone dan Gang
Mafia lainnya melakukan perbuatan
menyembunyikan hasil kejahatanya
(perjudian, prostitusi,
pemerasan, dan penjualan
gelap minuman keras).
Untuk mengelabuhi pemerintah, para mafia
mendirikan perusahaan binatu
(landromat), untuk mencampur
hasil kejahatan mereka sehingga
tidak dicurigai terlibat
kejahatan. Oleh karena belum ada ketentuan
anti pencucian uang maka
pada waktu itu mereka
hanya terjerat dengan ketentuan pengelakan
pajak (taxevasion).
Sebenarnya disinilah
merupakan awal inspirasi yang
pada akhirnya melahirkan istilah money
laundering pada tahun
1986 (USA) dan kemudian dipakai secara Internasional dan Konvensi PBB
Tahun 1988. Dilihat dari sisi
prosesnya menurut Yenti Garnasih
(2006:39) pencucian uang dapat
dilakukan dengan cara
tradisional dan modern.
Ini membuktikan bahwa pencucian uang
sudah terjadi sejak
lama. Cara modern
pada umumnya dilakukan dengan tahapan placement, layering,
dan integration. Sedangkan cara tradisional yang terkenal dilakukan di
China. India dan Pakistan, melalui
suatu jaringan atau sindikat etnik yang
sangat rahasia. Di China
dilakukan dengan memanfaatkan semacam
bank rahasia atau disebut hui (hoi) atau The Chinese Chip (Chop), di India
dilakukan melalui sistem pengiriman uang
tradisional yang disebut
hawala, dan di
Pakistan disebut hundi. Cara-cara
tersebut telah dilakukan
sejak lama dan
diyakini sampai sekarang masih berlangsung. Uang hasil
kejahatan harus dicuci sebelum
digunakan karena ada beberapa
kekhawatiran para pelaku
akan berhadapan dengan petugas pajak, atau
akan dituntut oleh penegak
hukum atau bahkan
juga hasil kejahatan itu akan disita. Maka dengan melakukan
pencucian uang pelaku kejahatan akan aman dalam
menikmati hasil kejahatannya
dan juga mempermudah
menghilangkan hubungan pelaku dengan hasil kejahatan tersebut dan ini
sangat membahayakan baik secara nasional maupun global. Dari uraian singkat
diatas maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah kedalam bentuk pertanyaan.
Landasan
Teori
Yenti Garnasih, (2006:39) pencucian
uang dapat dilakukan dengan
cara tradisional dan
modern.
Hurd, Pada prinsipnya
kejahatan pencucian uang adalah
suatu perbuatan yang
dilakukan untuk menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan
sehingga tidak tercium oleh para aparat, dan hasil
kejahatan tersebut dapat digunakan
dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah.
R. Bosworth
Davies, pencucian uang dapat menekan
perekonomian dan menimbulkan bisnis
yang tidak fair,
terutama kalau dilakukan oleh
pelaku kejahatan yang terorganisir.
Pembahasan
1. Pengertian
teroris
Menurut kamus lengkap
bahasa indonesia terorisme berasal dari kata teror yang berarti mengganggu dan
menciptakan ketakutan (kengerian, kecemasan dsb) yang dilakukan oleh orang atau
golongan tertentu. Teroris adalah orang atau golongan yang berbuat kejam dan
menimbulkan ketakutan. Sedangkan aksi terorisme adalah suatu kegiatan yang
menggunakan kekerasan untuk menciptakan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan
tertentu. Perkembangan kejahatan terorisme telah menunjukkan peningkatan yang
cukup signifikan baik modus, kuantitas maupun kualitasnya. Dengan memanfaatkan
kemampuan teknologi modern saat ini teroris dapat menghancurkan sasaran yang
diijinkan dari jarak jauh, seperti telepon genggam atau bom bunuh diri seperti
yang terjadi di Bali tanggal 12 Oktober 2002. Indonesia tidak lepas dari
sasaran terorisme. Terungkap fakta adanya keterkaitan jaringan militan lokal
dengan jaringan internasional. Selain ancaman terorisme, ancaman non tradisional
lainnya yang muncul saat ini telah merebak pula lewat pintu sendi kehidupan
bangsa.
Aktifitas teroris telah
membidik dan memanfaatkan ideologi dan agama bagi masyarakat sebagai garapan
agar memihak kepada perjuangan mereka. Namun aksi ini mendapat tanggapan
beranekaragam dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat Islam yang
sensitif terhadap isu terorisme karena dikaitkan dengan agama islam.
Menguatnya perbedaan
sikap pro dan kontra sesuai tanpa memperdulikan kepentingan nasional,
menimbulkan rasa saling curiga dikalangan masyarakat dan ketidakpercayaan
terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan dalam menangani kasus terorisme
di Indonesia. Oleh sebab itu Pemerintah
Indonesia perlu menyikapi fenomena terorisme secara arif dan bijak. Agar tidak
menimbulkan sentimen negatif di kalangan masyarakat itu sendiri dan pemerintah
tidak diangap diskriminatif atau muncul berbias pada permasalahan baru yang
bernuansa SARA.
Implikasinya terhadap
Persatuan dan Kesatuan Bangsa adalah kekhawatiran masyarakat terhadap bahaya
teror bom belum bisa hilang. Hal ini apabila tidak segera ditangani secara
bijak akan mempengaruhi roda perekonomian. Di sisi lain, penindakan,
penangkapan atau pemeriksaan oleh aparat terhadap siapa dan organisasi yang ada
di masyarakat perlu sikap hati-hati.
Dalam
menangani kasus terorisme di Indonesia terdapat berbagai masalah yang dihadapi
oleh pemerintah antara lain lemahnya dalam penegakan hukum dan sistem keamanan
kawasan, dimanfaatkan oleh para teroris untuk penyelundupan senjata api masuk
ke Indonesia dengan sasaran daerah-daerah tertentu. Wilayah Thailand Selatan
yang memiliki warga muslim Islam fundamentalis telah diklaim oleh Kelompok Al
Jemaah Al lslamiyah sebagai bagian dan Daulah Islamiyah Nusantara. Kelompok Abu
Sayyaf di Filipina disinyalir ada kaitan dengan jaringan kelompok teroris
internasional dan kelompok Al Jemaah Al lslamiyah di Indonesia. Kelompok Al
Jemaah Al Islamiyah yang merupakan jaringan teroris internasional lahir di
wilayah Johor Malaysia pada tahun 1995. Kondisi tersebut telah memasuki cara
berpikir masyarakat marginal dipedesaan.
Namun
saat ini pemerintah beserta aparat keamanan dan birokrasi memiliki sikap arif,
penuh ketenangan berfikir sehingga mendapatkan cara-cara yang tepat dan akurat
dalam menangani terorisme. Masyarakat telah menjadi kesatuan pandang dalam
menyikapi melawan terorisme. Kemampuan aparat keamanan telah dapat kerjasama
dengan seluruh komponen bangsa. Penegakan hukum dapat diwujudkan dan telah
dilengkapi dengan perangkat peraturan perundang-undangan, kerjasama
internasional tidak menimbulkan pro dan kontra pemahaman. Kesadaran masyarakat
secara aktif berbuat dan melakukan deteksi dini, identifikasi dini dan
penangkalan terhadap perkembangan ancaman terorisme yang dilandasi rasa
tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi, sebagai bangsa yang bermartabat.
Dengan
landasan Wawasan Nusantara yang tangguh, bangsa Indonesia diharapkan memiliki
sikap mental dan perilaku yang mampu mendeteksi, mengidentifikasi, menilai dan
menganalisis sejak dini secara hati-hati terhadap berbagai bentuk ancaman
terutama teroris internasional di Indonesia.
Sejumlah
peristiwa terorisme menunjukkan adanya mata rantai antara kelompok dalam dan
luar negeri. Dari hasil pengungkapan kasus di Indonesia merupakan jaringan
teroris Internasional dimana keberadaanya dengan segala aktifitasnya tidak
dapat terdeteksi secara dini sehingga sulit untuk dicegah dan ditangkal. Dan
disinilah salah satu fungsi penting hukum pidana yang memberikan dasar
legitimasi bagi tindakan represif negara terhadap seseorang atau kelompok orang
yang melakukan perbuatan yang mengancam dan membahayakan, serta merugikan
kepentingan umum. Ia memberikan mandat kepada negara untuk melindungi
masyarakat luas dari perbuatan orang per orang atau kelompok orang yang hak-haknya
terlanggar di satu sisi, dan memberi kewenangan kepada negara untuk menghukum
orang yang tindakannya melanggar hukum.
2. Aksi-aksi
teroris di Indonesia
Berbagai peristiwa
pengeboman yang dilakukan teroris dengan memakan korban jiwa dan merusak sarana
dan prasarana di Indonesia antara lain :
·
1998, di Gedung Atrium Senin, Jakarta
·
1999, di Plaza Hayam Wuruk dan Masjid
Istiqlal Jakarta.
·
2000, di Gereja GKPI dan Gereja Katolik
Medan serta rumah Dubes Filipina
·
2000 dan 2001, Peledakan di beberapa
Gereja di malam Natal.
·
2002, Peledakan di Kuta Bali, Mc Donald
Makasar
·
2003, Peledakan di JW Marriot
·
2004, Peledakan di Kedubes Australia
·
2005. Peledakan bom Bali II
Aksi teror tersebut
bila terus berlanjut akan dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan yang pada
gilirannya akan menghambat kelancaran pembangunan nasional.
3. Hubungan
terorisme dengan perbankan
Perbuatan pencucian
uang pada umumnya diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengubah
hasil kejahatan seperti hasil korupsi, kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan, dan
kejahatan serius lainnya,
sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak
seperti hasil dari
kegiatan yang sah
karena asal usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan.
Pada prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah
suatu perbuatan yang
dilakukan untuk menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan
sehingga tidak tercium oleh para aparat, dan hasil
kejahatan tersebut dapat digunakan
dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah.
Perbuatan pencucian
uang tersebut adalah sangat membahayakan
baik dalam tataran nasional maupun
internasional, hal ini dikarenakan pencucian uang merupakan sarana bagi
pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dalam rangka menghilangkan
jejak. Selain itu, nominal uang yang dicuci biasanya luar
biasa jumlahnya, sehingga
dapat mempengaruhi neraca
keuangan nasional bahkan global,
dan kejahatan ini
menurut R. Bosworth
Davies, dapat menekan
perekonomian dan menimbulkan
bisnis yang tidak
fair, terutama kalau dilakukan oleh pelaku kejahatan yang
terorganisir dalam tulisan ini ditujukan kepada teroris. Pelaku kejahatan ini
menurut David motifasinya hanya ingin menikmati akses yang ada untuk
mendapatkan keuntungan dan mengubah uang mereka menjadi sah. Perbuatan
seperti ini semakin meningkat manakala
para pelaku menggunakan
cara-cara yang lebih
canggih (sophisticated
crimes) dengan memanfaatkan
sarana perbankan ataupun
non perbankan yang juga
menggunakan teknologi tinggi
yang memunculkan fenomena cyber laundering.
Berdasarkan hal tersebut di
atas, Indonesia pada tahun 2002
telah melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang yaitu dengan
diundangkannya UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (UUTPPU). Bermula
dari payung hukum inilah perhatian
terhadap praktik pencucian
uang di Indonesia
nampak meningkat, meskipun
sebelumnya sempat terjadi
polemik mengenai perlu
tidaknya segera melakukan kriminalisasi
terhadap kejahatan pencucian uang.
Dengan awal
pengaturan anti pencucian
uang di Indonesia
yang masih banyak kelemahan,
maka dalam amandemen
pertama definisi yang
sebelumnya tidak dicantumkan,
maka dicantumkan dalam Pasal 1angka (1) UU No. 25 Tahun 2003 yang isinya sebagai
berikut : “
Pencucian uang adalah
menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan,
membawa ke luar
negeri, menukarkan atau perbuatan
lainnya atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduga merupakan hasil tindak
pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan, atau manyamarkan
asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah”.
Dari definisi
tersebut di atas,
tampak ciri dari
kejahatan ini, yaitu
bahwa kejahatan ini bukan
kejahatan tunggal tetapi
kejahatan ganda. Pencucian
uang merupakan kejahatan yang bersifat
follow up crime atau kejahatan
lanjutan atas hasil kejahatan
utama (core crime).
Penentuan core crime
dalam pencucian uang
pada umumnya disebut sebagai
predicate offence atau
unlawful actifity atau
predicate offense, yaitu
menentukan jenis kejahatan
apa saja yang
hasilnya dilakukan proses pencucian uang.
Selain itu dalam
kejahatan pencucian uang
terdapat dua kelompok pelaku yaitu
kelompok yang berkaitan
langsung dengan core
crime yang disebut principle violater
dan kelompok kedua
yang sama sekali
tidak berkaitan langsung dengan core crime misalnya penyedia
jasa keuangan, baik lembaga perbankan maupun non perbankan, akuntan atau bahkan
para lawyer. Kelompok kedua ini disebut sebagai aiders atau abettors.
Jadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa hubungan terorisme dengan dunia perbankan adalah dimana
lembaga keuangan sebagai tempat transaksi keuangan termasuk untuk para penjahat
melancarkan aksi melakukan pencucian uang hasil kejahatan sehingga uang itu
seolah-oleh diperoleh dengan hasil yang bersih dan halal menurut hukum.
4. Pencegahan
dan penanggulangan terorisme di Indonesia
Membendung langkah
teroris di Indonesia, perlu melihat secara obyektif karakteristik daerah,
potensi yang dimilki dan aspek yang mempengaruhi. Seberapa besar peranan
masing-masing instansi terkait, aparat keamanan dan seluruh komponen masyarakat
termasuk tingkat kewaspadaan bela lingkungan terhadap bahaya terorisme harus
terukur dan teruji. Segala upaya untuk menghadang tindakan terorisme harus
dilandasi tanpa mengorbankan kepentingan nasional dan sensitifitas SARA, pada
hakekatnya kemajemukan identitas NKRI harus tetap terjaga. Untuk menengarai,
menuduh bahkan menangkap sekalipun terhadap seseorang atau kelompok orang
adalah teroris, baik teroris lokal maupun teroris internasional tidak mudah.
Memerlukan data akurat dan pencermatan indikasi-indikasi dalam kurun waktu yang
relatif panjang. Dengan mencermati apa yang telah terjadi modus operandi tindak
kejahatan terorisme berupa bom-bom yang sudah meledak, temuan bom yang belum
meledak dan perangkat yang digunakan terorisme serta tempat persembunyian kaum
teroris.
Guna merumuskan
konsepsi pencegahan dan penanggulangan terorisme dalam rangka menjaga tetap
tegaknya keutuhan NKRI secara komprehensif dan integral, maka diperlukan
analisa dari berbagai aspek tinjauan yang terkait dan saling mempengaruhi
yaitu, antara lain :
a.
Tinjauan Dari Aspek Politik.
Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif
target, membuat keharusan membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek
vital baik militer maupun non militer di banyak negara. Dampak terorisme di
bidang politik, antara lain berbagai kerja sama internasional dikembangkan
untuk mendesak langkah kooperatif dalam melawan terorisme. Perang melawan
terorisme, perdebatan politik terjadi di sejumlah negara, termasuk di
Indonesia, antara upaya membangun sistem keamanan dengan pembatasan kebebasan
di satu sisi dan antara sistem keamanan nasional dengan multi nasional di sisi
lainnya. Lepas dari pertarungan politik dalam dan luar negeri, sentimen baru
melawan terorisme telah membuka babak baru perkembangan arah poltik dunia.
Indonesia perlu mewaspadai dan harus ada upaya pencegahan adalah ketika para
teroris internasional memanfaatkan kondisi politik atau sosial budaya dalam
negeri saat ini, masih rentan terhadap SARA, keniscayaan kebhinekaan NKRI
terancam.
Perdebatan tentang adanya bahaya terorisme
berlangsung diwarnai nuansa politis. Hal demikian masih dalam kewajaran, karena
masyarakat Indonesia sedang dalam transisi perubahan menuju masyarakat yang
demokratis, bebas menyatakan pendapatnya. Wacana politik apapun yang terjadi,
yang penting adalah politik kontrol tidak membiarkan peredaran bahan peledak,
pengawasan keimigrasian dan kepabeanan merupakan langkah politik praktis yang
tepat pada saat ini serta di masa datang
b.
Tinjauan Dari Aspek Ekonomi.
Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana
maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal
penting, bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan
peledak untuk bom, tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya.
Dana didapatkan dari kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan
sebagainya. Melalui pencucian uang hasil kejahatan komersial, penyelundupan dan
korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan sulit ditelusuri. Mengingat
sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait dengan pendeteksian
dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen sangat
diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.
c.
Tinjauan Dari Aspek Sosial Budaya dan
Agama.
Aksi terorisme belum dapat dihentikan, artinya
sekalipun perang melawan terorisme gencar dilaksanakan dan agenda hubungan
internasional untuk komitmen bersama melawannya, serangan terorisme terus
berlangsung. Terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan agama
tertentu, karena semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan terorisme
tidak salah bila menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power persuasif
antara lain mengikut sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya menetralisir pembibitan
dan peneyebaran ajaran radikalisme.
Keberhasilan Indonesia dalam membongkar sejumlah
aksi teror selama ini, tidak berarti pada kesimpulan akhir bahwa penganut agama
Islam memiliki pemikiran sama terhadap pemahaman terorisme yang berkembang di
Indonesia. Perang melawan terorisme harus dilihat sebagai perang gagasan yang
mengarah pada memenangkan pikiran dan hati masyarakat untuk tidak simpati dan
tidak mendukung gagasan para teroris.
Hal demikian harus dilaksanakan secara serempak
dengan memusatkan faktor-faktor terkait seperti kemiskinan, pendidikan dan
masalah sosial lainnya. Gerakan reformasi politik dan ekonomi sedang
berlangsung di Indonesia, namun hasilnya belum maksimal bahkan aksi-aksi
ketidak puasan terhadap tatanan politik dan ekonomi bermunculan berupa unjuk
rasa anarkhis.
d.
Tinjauan Dari Aspek Kemajuan Teknologi.
Bagi kaum teroris menjalin komunikasi dengan dunian
luar melalui internet, merupakan sarana utamanya, melalui pembuatan situs
online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan dengan leluasa tanpa
diketahui siapa, apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok jaringannya yang
dapat mengerti. Teknologi cyber (dunia maya) dimanfaatkan untuk tindak
kejahatan cyber crime dengan istilah hacking, carding dan hosting serta
penyebar luasan artikel melalui situs jihad.
Sebagai contoh carding, pencurian data dan dana
kartu kredit melalui jaringan internet. Inilah yang disebut pergeseran modus
dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk mencegah cybercrime
antara lain dapat dilakukan dengan cyberpatrol di dunia maya juga.
Namun hingga kini, aparat keamanan dan intelijen
masih banyak kekurangan yang dihadapi, belum memiliki pegangan security
management, termasuk peralatan pengamanannya. Disamping itu kelemahan lain yang
harus ditinggalkan yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan dalam mencegah
terjadinya aksi terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya seperti
bea cukai, imigrasi, perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna
pencegahan terorisme di Indonesia.
e.
Tinjauan Dari Aspek Kebijakan.
Untuk melawan terorisme membutuhkan sebuah kebijakan
penanggulangan terorisme yang bersifat komprehensif baik dalam tataran
kewenangan maupun pelaksanaan kontra terorisme yang bersifat umum dan
menyeluruh. Diperlukan cakupan dua bidang kebijakan namun bersamaan dalam
melawan terorisme di Indonesia, yaitu :
·
Kebijakan utama yang merupakan
pencegahan untuk menghilangkan peluang bagi tumbuh suburnya terorisme di dalam
sendi kehidupan masyarakat pada aspek keadilan, demokrasi, kesenjangan,
pengangguran, kemiskinan, budaya KKN, kekerasan dan sebagainya.
·
Kebijakan yang melahirkan aturan-aturan
untuk mempersempit peluang terjadinya aksi teror dalam artian mempersempit
ruang maupun sumber daya teroris.
·
Kebijakan yang merupakan instrumen yang
menitik beratkan pada aspek penindakan diwujudkan dalam deteksi dini, cegah
dini dan respon cepat terhadap indikasi dan aksi-aksi teror, yang menuntut
profesionalitas dan proporsionalitas bagi instrumen penindak yang diberi
wewenang. Penindakan terhadap teror harus dilakukan, namun tetap menjunjung
tinggi regulasi mengenai code of conduct atau rule of engagement, sehingga
apapun tindakan yang dilakukan melawan terorisme akan terbebas dari persoalan
pro dan kontra dalam opini masyarakat.
·
Kebijakan, strategi, metoda, teknik,
taktik dan pendekatan untuk mengatasi terorisme yang diterapkan tentunya akan
berbeda dari satu negara dibanding negara lainya, mengingat adanya perbedaan
pula bentuk atau style kelompok teroris yang disebabkan oleh adanya motif-motif
terorisme seperti separatis, anarkhis, dissidents, nasionalis, marxist
revolusioner atau religius. Perbedaan penanganan juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi daerah, budaya, adat/istiadat, hukum, sumber daya serta kemampuan
satuan anti teror yang tersedia. Indonesia dalam memerangi terorisme harus
mempertimbangkan kondisi yang berlaku terutama bidang hukum, sosial dan budaya
bangsa, bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
f.
Tinjauan Dari Aspek Implementasi
Penanggulangan Terorisme.
Impelementasi memerangi aksi terorisme dilakukan
melalui upaya-upaya reprsif, preventiv, preemtif, resosialisasi dan
rehabilitasi serta pengembangan infra struktur pendukung. Terdapat beberapa
hambatan dalam pemberantasan terorisme bahwa kedua hal tersebut menimbulkan
keengganan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik memerangi
terorisme. Diperlukan resosialisasi, reintegrasi dan sekaligus keteladanan
bahwa:
Sebaliknya diperlukan keberanian masyarakat luas
untuk segera melaporkan bila menemukan indikasi atau kejadian-kejadian yang
mengarah pada tindakan terorisme. Bertolak dari berbagai kegiatan yang
dilakukan dalam implementasi strategi serta besaran, luas dan kompleksitas
dampak teorisme, untuk dapat mengatasinya dipersyaratkan kemampuan-kemampuan
yang harus dimiliki oleh Pemerintah dan Organisasi/Satuan Anti Teror. Bahwa
perang melawan terorisme perlu dilakukan secara terkoordinasi lintas instansi,
lintas nasional dan secara simultan bersifat represif, preventif, preemtif
maupun rehabilitasi
Konsepsi
pencegahan dan penanggulangan terorisme
·
Kebijakan.
”Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan
ancaman terorisme internasional maupun lokal yang berkolaborasi dengan
terorisme internasional dalam rangka melindungi keselamatan WNI, dengan :
·
Strategi.
Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di
atas dan untuk mewujudkan kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini,
penangkalan dini, dan pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala
bentuk ancaman aksi Terorisme, maka dikembangkan strategi digunakan :
-
Strategi Jangka Pendek :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam
melakukan deteksi dan penangkalan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme
di Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
-
Strategi Jangka Panjang :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam
melakukan pencegahan dan penindakan dini terhadap perkembangan ancaman
Terorisme di Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini
adalah:
Pendidikan formal,
harus dilakukan pemerintah dengan memberikan muatan materi pengetahuan pada
kurikulum pendidikan meliputi mata pelajaran Kewarganegaraan, Kewiraan, Tata
Krama dan Budi Pekerti sesuai dengan tingkat pendidikan mulai dan tingkat
pendidikan dasar sampai dengan universitas.
Pendidikan non formal,
dilakukan oleh pemerintah dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan dan
sosialisasi dengan materi penyajian tentang Peraturan Perundang-Undangan.
Kesimpulan
Pencegahan dan
penanggulangan terorisme membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain
kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya
dukungan terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan melibatkan masyarakat
penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau kegiatan
terorisme dapat dengan mudah diatasi.
Sistem pertahanan dan
keamanan semesta dimana TNI dan Polri merupakan elemen utama dalam menghadapi
aksi kejahatan terotisme harus selalu melakukan koordinasi dengan
instansi-instansi pemerintah lainnya atau dengan swasta atau elemen sipil
lainnya karena dukungan dan koordinasi dalam mendeteksi dan mengatasi berbagai
permasalah teroris akan mudah diatasi
Didalam pencegahan dan
penanggulangan terorisme di Indonesia dibutuhkan suatu badan ekstra semacam
lembaga anti terorisme nasional yang pengawakannya ditangani secara terpadu
antara TNI dan Polri serta unsur masyarakat dengan dibawah satu komando
pengendali.
Selain peningkatan
kerjasama baik antara lembaga didalam negeri perlu juga adanya kerjasama dengan
lembaga-lembaga anti terorisme yang berada diluar negeri yang tentunya didasari
oleh kerangka hukum, karena dengan dasar hukum yang kokoh akan menjadi dasar
kebijakan nasional dan tindakan kita dalam memerangi terorisme. Selain itu
dengan dasar hukum yang kuat diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan
baik kepentingan publik maupun hak-hak asasi manusia.
Daftar
Pustaka
-
http://aredcakep.blogspot.com/2011/02/makalah-tindak-pidana-koorporasi-dan.html