Selasa, 07 Mei 2013

Pembukaan Lahan Hutan Aceh Untuk Kepentingan Bisnis, Maka Dimanakah Keindahan Alam Ini ?

Keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni meskipun tidak semua hasil seni indah, pemandangan alam (pantai, pegunungan, danau, bunga-bunga di lereng gunung), manusia (wajah, mata, bibir, hidung, rambut, kaki, tubuh), rumah (halaman, taman, perabot rumah, suara, warna dan sebagainya). Keindahan adalah identik dengan kebenaran.                  

Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis Besar Estetik” (Filsafat Keindahan) dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beautiful”, Perancis “beau”, Italia dan Spanyol “bello”, kata-kata itu berasal dari bahasa Latin “bellum”. Akar katanya adalah ”bonum” yang berarti kebaikan kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi’ ”bonellum” dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis “bellum”.

Manusia setiap waktu memperindah diri, pakaian, rumah, kendaraan dan sebagainya agar segalanya tampak mempesona dan menyenangkan bagi yang melihatnya. Semua ini menunjukkan betapa manusia sangat gandrung dan mencintai keindahan. Seolah-olah keindahan termasuk konsumsi vital bagi indera manusia. Tampaknya kerelaan orang mengeluarkan dana yang relatif banyak untuk keindahan dan menguras tenaga serta harta untuk menikmatinya, seperti bertamasya ke tempat yang jauh bahkan berbahaya, hal ini semakin mengesankan betapa besar fungsi dan arti keindahan bagi seseorang. Agaknya semakin tinggi pengetahuan, kian besar perhatian dan minat untuk menghargai keindahan dan juga semakin selektif untuk menilai dan apa yang harus dikeluarkan untuk menghargainya, dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang yang dapat menghayati keindahan.

Menurut cakupannya orang harus membedakan keindahan sebagai suatu kualita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk pembedaan itu dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah “beauty” (keindahan) dan “the beautiful” (benda atau hal indah). Dalam pembatasan filsafat, kedua pengertian ini kadang-kaang dicampuradukkan saja.

Keindahan alam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah, kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara juga tentang buah pikiran yang indah dan adap kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal keindahan dalam arti estetis yang disebutnya “symetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran. Jadi pengertian keindahan seluas-luasnya meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral dan keindahan intelektual.

Nilai estetik keindahan. Dalam rangka teori umum tentang nilai keindahan, The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segaa sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik. Nilai adalah suatu relaitas psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapa pada sesuatu benda sampai terbukti ketidak benarannya.

Dalam ”Dictionary of Sociology and Related Science” diberikan rumusan tentang nilai sebagai berikut : ”The believed Capacity of any object to saticgy a human desire. The Quality of any object which causes it be of interest to an individual or a group” (Kemampuan yang dianggap ada pada suatu benda yang dapat memuaskan keinginan manusia. Sifat dari suatu benda yang menarik minat seseorang atau suatu kelompok).

Hal itu berarti, bahwa nilai adalah semata-mata adalah realita psikologi yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada hendaknya itu sendiri. Nilai itu (oleh orang) dianggap terdapat pada suatu benda sampai terbukti letak kebenarannya.

Nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik. Nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan obyektif, tetapi penggolongan yang penting ialah nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrument / contributory), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.

Kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah yang merupakan suatu proses bermeditasi merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan atau niat suatu hasil penciptaan. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah.Manusia menciptakan berbagai macam peralatan untuk memecahkan rahasia gejala alami tersebut. Semuanya ini dilakukan dan hanya bisa terjadi berdasarkan resep atau pemikiran pendahuluan yang dihasilkan oleh kontemplasi. Siklus kehidupan manusia dalam lingkup pandangan ini menunjukkan bahwa kontemplasi selain sebagai tujuan juga sebagai cara atau jalan mencari keserba sempurnaan kehidupan manusia.

Manusia dan keindahan merupakan satu kesatuan, bisa dibilang begitu karena keindahan juga merupakan bagian dari manusia. Keindahan dapat diciptakan oleh manusia dengan kegiatan seperti melukis, bernyanyi, dan memainkan alat musik, tak sedikit manusia yang membuat keindahan untuk diri sendiri dalam arti untuk kehidupan mahkluk hidup lainnya.

Pada contoh kasus tema kali ini yaitu pembukaan lahan hutan Aceh untuk kepentingan bisnis. Masyarakat madani beri tekanan pada para pemangku kepentingan. Hutan Aceh sebagai aset Bumi, harus diselamatkan.
  

Terlihat pada gambar diatas yaitu sisa-sisa hutan yang masih tersisa di Aceh, pembukaan areal perkebunan dan pertambangan telah membuat hutan Aceh terus menyusut dari tahun ke tahun, antara tahun 1980 hingga 2008, luas hutan Aceh telah berkurang hingga 914.422 hektar dari total luas 5.675.850 hektar.

Masih terdapat banyak perdebatan tentang perlindungan hutan Aceh dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang bakal bermuara deforestasi. Masyarakat madani memberi tekanan pada para pemangku kepentingan dengan harapan dapat menyelamatkan hutan Aceh sebagai aset Bumi. Atas dasar itulah, koalisi masyarakat kembali mengadakan dialog publik "Selamatkan Hutan Aceh", Senin (22/4) dalam momentum peringatan Hari Bumi Sedunia 2013. "Kami mengharapkan Gubernur Aceh membatalkan niat mengubah dari RTRW yang lama ke RTRW baru ini," jelas Usman Hamid, aktivis ChangeOrg Indonesia.

Menurut Usman, dalam kasus RTRW Aceh sangat ada peluang penyalahgunaan wewenang bagi kepentingan politik. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas yang ikut membuka acara ini mengungkapkan, banyak penebangan hutan juga terjadi karena pembiaran pemerintah terkait masalah perizinan ilegal sejumlah korporat.

"Hutan adalah sumber daya alam yang mampu membebaskan rakyat dari perbudakan, kelaparan, ketakutan, dan kemiskinan," kata Busyro. Setelah diteliti lebih jauh, pembukaan 1,2 juta hektare area hutan dialokasikan untuk berbagai kepentingan bisnis, dan hanya sekitar satu persen (14.704 ha) yang dialokasikan bagi warga. Meskipun Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, di sebuah kesempatan terpisah pada hari yang sama, membantah hal itu. Menhut tidak sepakat mengenai jumlah luasan hutan 1,2 juta hektare.

"Saya tidak tahu dari mana asalnya angka tersebut. Yang jelas masyarakat daerah Aceh sekarang menginginkan sekali ada pertumbuhan ekonomi, supaya mereka bisa mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain di Sumatra. Maka sekadar diajukan revisi tata ruang bagi lahan seluas 150.000 hektare, yang akan disetujui mungkin sekitar 130.000 hektare," ujar Zulkifli.
 

Terlihat pada gambar diatas terdapat pohon pinus terlihat asri dan tumbuh di atas kemiringan gunung kawasan Takengon, Aceh Tengah, Namun sayang, sebagian besar hutan lindung yang ditumbuhi pinus itu banyak telah terbakar.

Tokoh Muhammadiyah Aceh Tengku Imam Syuja, memandang kalau semestinya agenda prioritas untuk mensejahterakan masyarakat Aceh yang 60 persennya masyarakat pedesaan dengan optimalkan lahan produksi yang telah ada ketimbang membuka lahan baru. "Pemerintah bisa memfasilitasi mereka, terutama yang tinggal di sekitar hutan, meningkatkan lahan garapan. Sehingga dalam waktu lima tahun terakhir, pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil Muzakir Manaf dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat di pedesaan," katanya lagi.

Elfian Effendi dari Greenomics mengatakan, jika rancangan RTRW benar-benar disahkan, akan terjadi risiko bencana. Elfian pun mendukung yang disampaikan oleh Busyro. "Perhutanan di Aceh butuh kehadiran lembaga negara. Kewajiban Gubernur dan Menhut juga menangani persoalan izin-izin ilegal yang terbit," tambahnya.

Salah seorang pemuda asal Aceh Barat Daya, Aceh, Muhammad Ade (22), mengaku dampak pengurangan hutan Aceh langsung dapat dirasakan oleh masyarakat setempat. "Sangat merasakan. Terjadi banjir besar. Sebelumnya belum pernah terjadi banjir sebesar itu," Muhammad bertutur. Bahkan saat ini, dengan eksisnya konsesi-konsesi logging, perkebunan sawit, dan tambang, kualitas udara dan (untuk wilayah tertentu) air sudah menurun. Ia meminta pemerintah juga memikirkan bagaimana pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung hidup pada hutan, jangan menghasilkan suatu kebijakan tanpa melihat aspek sosial.

Pendapat saya menurut contoh artikel diatas mengenai hubungan antara manusia dan keindahan alamnya yang pada dasarnya dapat dirasakan dan dinikmati oleh setiap manusia yaitu sangat disayangkan apabila kita sebagai manusia tidak melestarikan keindahan alam bumi ini. Seharusnya kita dapat melestarikannya supaya di hari yang akan datang, anak cucu kita dapat merasakan keindahan alam yang ada di bumi ini. Tetapi sudah terbukti manusia sekarang banyak yang kurang sadar akan kecintaannya terhadap keindahan alam sekitar. Tingkat kesadaran yang berbeda-beda itu disebabkan karena pengetahuan manusia itu sendiri masih minim terhadap nilai estetik. Semakin tinggi nilai estetik yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin tinggi pula standar orang tersebut mengenai kata indah dan keindahan dari suatu pemandangan maupun karya seni yang diliatnya.

Sumber : http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/04/pembukaan-lahan-hutan-aceh-untuk-kepentingan-bisnis

0 comments:

Posting Komentar